Thursday, May 21, 2009

God?

There are many fish
Living in a vast ocean
Searching for water

Wednesday, May 20, 2009

Tribute

HA!

Finally.
I confessed, right? Ha ha.
Well, maybe to you it didn't matter. Much.
You knew it already, after all.
But to me, whoa. Another enormous burden, gone.

I did not do myself justice that day.
In the words of the Gallaghers,
"There are many things that I would like to say to you,
but I don't know how."
This is one effort to say those things.
Hope you read this.

You asked, what made me, you know,
fall for you.
To tell the truth, well, I still don't know for sure.
But I answered (rather jokingly),
that you were handsome, kind, and funny.
We laughed, I know.
But that's true. Really.
You are kind. And funny.
And, in my eyes, yes, you are beautiful.

I wonder, how did you know of my feelings?
Was it very obvious? I hope not.
Was it because I have been quiet to you?
Was it because of that Krispy Kreme I nearly bought for you?
Was it because that time when I kept you company
while waiting for your car?
Shucks. I'll ask you the next time you're online.

As you know, I did not ask you to be my girlfriend.
One reason, as I told you, was that there was another woman.
Or rather, that you were the other woman. Ha ha.
Another reason was, well,
I know that you already have that crush on that guy.
(As if anyone in our class hadn't known that yet.)
And, call me a hopeless romantic, but
I'd rather you get him than I get you. Get it? Ha ha.
And the last reason was that
I thought I wouldn't be able to be a good companion to you.
I couldn't make you laugh like he does so easily everyday.
I couldn't talk to you about all those interesting stuff you like.
Heck, I couldn't even make fun of you like they do.
(Although for this one I am not sorry.)

So? What next?
I know I confessed. And I said I wasn't going to make you my girlfriend.
But who knows? My mind changes a lot.
What am I going to do in the future? I don't know.
But this I know:
You will never be 'just a friend' to me.
You have somehow made yourself special to me.
And that is quite an extraordinary accomplishment.

Remember. You are special. If to no one else, to me you are.

Thursday, May 14, 2009

Tyler Durden

Kemaren gw nonton Fight Club lagi. Gila. Maksudnya, beneran gila. Gak waras. Psychotic. Pernah nonton? Gw gak mau spoiler, ceritanya emang gila, aneh, disturbing lah. Model yang gw suka gitu. Siap-siap. Dan kalo bisa jangan nonton sama orang tua. Ntar bisa kacau.

Tapi intinya, di film itu ada karakter yang punya semacem MPD (Multiple Personality Disorder) gitu. Kepribadian ganda, tau kan? Jadi orang itu gak sadar kalo dia berbuat kejahatan, misalnya, karena waktu itu yang muncul bukan dia, tapi kepribadiannya yang lain. Pokoknya kayak gitu. Dan ini menarik banget buat gw.

Soal MPD, gw harus ngomong soal Billy Milligan. Ada bukunya terbitan Qanita judulnya 24 Wajah Billy. Bukan fiksi lho. Ini orang punya 24 kepribadian yang beda-beda. Ada yang jenius, ada yang nyeni, ada yang religius, ada yang jago berantem, macem-macem deh.

Tapi yang bikin ini menarik (buat gw) sebenernya bukan banyaknya kepribadiannya. Emang, 24 itu banyak banget. Tapi yang lebih menarik lagi, si Billy ini berusaha menggabungkan, mengintegrasi semua kepribadiannya yang bikin kacau itu. Jadi, sebenernya, ada satu Billy, tapi kepribadiannya dipecah jadi 23, trus totalnya 24 deh. Kira-kira kayak Dr. Jekyll and Mr Hyde, tapi jauh lebih banyak dan ribet. Dan kenapa kepribadiannya bisa sampe pecah? Karena dia mengalami trauma parah. Pokoknya banyak masalah.

Jadi, menurut Billy, dia kepribadiannya bisa pecah, kepisah-pisah gitu adalah bentuk perlindungan diri. Jadi, misalnya, waktu ketemu orang jahat, kepribadian yang kuat secara fisik yang ngontrol. Waktu perlu bikin rencana, kepribadian yang pinter ambil alih. Begitu. Ada kemiripan sama Voldemort yang bikin Horcrux sih menurut gw. Jadi intinya, dirinya dipecah biar kalo satu bagian diserang, yang lain gak ikut kena dampak buruknya.

Tapi, setelah gw pikir-pikir, kayaknya gw juga melakukan yang kayak gitu. Bukan sampe kepecah sih, tapi kalo menghadapi bonyok, misalnya, gw jadi sopan. Kalo lagi sama temen, gw bisa dibilang rusak secara moral. Apalagi kalo gw lagi sendirian. Hahaha. Tapi bener gak? Waktu kita berhadapan dengan situasi tertentu, ada sifat-sifat dan sikap-sikap kita yang kita pendam, dan ada yang kita keluarin. Menurut gw ini ada hubungannya sama MPD. Mungkin MPD itu kayak gitu, cuman dalam tingkat yang lebih parah.

Di dalem bukunya, konflik utamanya itu perjuangan Billy untuk menjadi terintegrasi kembali. Untuk menggabungkan kepribadian-kepribadian itu. Gw juga mau kayak gitu. Gw mau jadi orang yang gak berubah sifatnya biarpun berhadapan sama siapapun, bonyok kek, temen kek, presiden kek. Mungkin itu ya yang namanya integritas? Haha.

Tapiiiii.... Susah kayaknya.

"Only after you have lost everything, that you are free to do anything." -Tyler Durden-

Monday, May 11, 2009

Apa ini? Kok kaga seru?

Hahahaha. Kenapa gw ketawa? Biasa, gw juga kaga tau alesannya.

Minggu lalu gw ama temen-temen baru ujian praktik. (Haha gw bahkan nulisnya praktik, bukan praktek.) Nah yang bikin anak-anak pada tegang tuh kayaknya praktik yang sains, tau kan, fisika-kimia-biologi. Entah kenapa.

Tapi abis ujiannya, gw sempet ngobrol sama temen. Lupa, persisnya gimana. Tapi intinya, kami diskusiin apa yang harusnya ditulis di bagian 'Tujuan Pengamatan'. Gw sambil ketawa-ketawa bilang "Harusnya ditulis : 'Supaya dapat nilai praktik biar bisa lulus SMA.'" Hahaha.

Tapi terus gw mikir. Iya, gw ama temen-temen bikin percobaan buat dapet nilai. Tapi gimana dengan orang-orang itu, yang percobaannya kita tiru? Buat apa mereka repot-repot nyiapin segala macem perlengkapan buat, misalnya, mengetahui apakah larutan X memiliki kandungan glukosa? Masa gara-gara disuruh bos?

Bos: Hey kau buat percobaan bla bla bla.
Ilmuwan: Buat apa Pak?
Bos: Buat anak-anak di masa depan biar ada bahan ngajar buat guru.

Engga kan? Trus kenapa mereka mau?

Gw rasa, mereka mau karena emang pengin tau. Jadi, ga ada yang nyuruh, mereka sendiri yang penasaran. Sekarang gw ngebayangin, kalo bikin eksperimen kayak gitu, buat memuaskan rasa ingin tahu sendiri, pasti jauh lebih asik rasanya dibanding kalo karena disuruh ato cuma buat ngikutin kurikulum kan?

Jadi, menurut gw, hakikat sains itu adalah BERSENANG-SENANG. Fun, maksudnya. Kita kan enggak harus melakukan penelitian kan? Tanpa tau bahwa nasi punya kandungan glukosa pun kita bisa bertahan idup dengan makan itu nasi kan? Jadi, sains itu sebenernya engga perlu. Lalu kok dilakukan? Ya itu tadi. Karena ASIK. Karena SERU.

Sayangnya, kayaknya gw ga pernah denger yang kayak gini di sekolahan. Entah gimana caranya, kurikulum Indonesia (yang gw tau) berhasil bikin sains jadi bahan hafalan yang ga seru. Maksudnya, gw dulu pas kecil ngebayangin kayaknya keren banget di dalem laboratorium pake jas putih, goggle, sama sarung tangan, ngaduk-ngaduk ramuan warna-warni yang bikin asep-asep keren kalo dicampur. Pas gw masuk SMA, pertama kalinya gw ketemu sama yang namanya kimia, bayangan gw tadi engga ada sama sekali. Gw jadi gak suka kimia. Pelajaran lain juga gitu. Fisika, misalnya, pas SMP gw ketemu guru fisika yang ngajarnya cuma nyuruh kita nyatet dan ngafalin rumus. Cih. Sekali lagi, kurikulum Indonesia berhasil bikin sains jadi engga seru.

Jangan salah. Gini-gini, gw masih suka sains. Gw masih menganggep nyampur-nyampur cairan warna-warni itu keren. Gw masih nganggep nyambung-nyambung kabel sampe lampunya bisa nyala itu seru. Gw gak sukanya pas gw tanya, "Pak ini kita belajar ini buat apa pak?" gurunya jawabnya ga memuaskan, kayak "Ya emang ada di kurikulum" ato "Biar kamu bisa lulus UAN lah" ato semacemnya.

Mungkin ini agak beda bahasannya, tapi menurut gw ini nyambung. Waktu itu gw pernah ngobrol sama temen di tempat les, sebut aja namanya Keira. Nama samaran kok.

Kerupuk: Kenapa ya di Indonesia fakultas MIPA terkesan gak populer? Kayak gak kepake gitu?
Keira: Karena emang yang diperlukan sekarang terapan.
Kerupuk: Oh iya ya negara berkembang.
Keira: Iya.

Hmmm. Memang. Sains itu sekarang buat apa? Buat ngejalanin mesin-mesin di pabrik dan di pembangkit listrik biar orang-orang bisa idup. Pendeknya, Indonesia masih belom bisa ngejamin rakyatnya. Kita semua masih memikirkan gimana bertahan hidup, jadi ga ada waktu buat rekreasi, buat belajar sesuatu yang asik. Jadi, sains hanya sebagai alat cari duit.

Tapi Indonesia masih muda kok. Gw punya harapan besar.

Atau mungkin gw cuma seorang optimis bego?